Minggu, 11 Oktober 2009

penggolongan air

Berdasarkan Standard WHO, ada 4 penggolongan air berdasarkan kadar logam dalam air (TDS= Total Disolve Solid);
1. Air Murni, 0 – 40 TDS
2. Air Minum, 41 – 150 TDS
3. Air Layak Minum, 151 – 500 TDS
4. Air Tidak Layak Minum, 501 – Up

Air adalah sarana untuk bersuci dari hadas dan najis. Air yang sah untuk bersuci itu ada tujuh macam: air hujan, air laut (air asin), air sungai (air tawar), air sumur, air sumber (mata air), air es, dan air embun.
Ketujuh macam air tersebut dapat diringkas menjadi dua macam air saja, yaitu air yang turun dari langit dan air yang keluar dari bumi.
Pembagian air sendiri ada empat macam. Berikut pembagian air itu secara lebih terinci:
1. Air yang suci dan menyucikan kepada yang lainnya. Air ini tidak makruh dipakai. Air yang sedemikian disebut air mutlak yang tidak terikat tetap, meskipun air yang terikat tetap disebut air mutlak, seperti air sumur, air hujan, air embun, air sumber, dan air es yang sudah hancur.
2. Air suci yang menyucikan, tapi makruh memakainya untuk badan dan tidak makruh untuk pakaian, yaitu air yang dipanaskan dengan sinar matahari. Dalam pandangan agama, air yang dipanaskan sinar matahari hukumnya makruh apabila wadahnya selain emas dan perak, seperti besi, tembaga, dan timah. Apabila air yang panas tersebut menjadi dingin lagi, maka hukumnya tidak makruh lagi. Imam Nawawi berpendapat bahwa air tersebut hukumnya mutlak tidak makruh. Memakai air yang sangat panas atau sangat dingin hukumnya makruh seperti air yang dipanaskan.
3. Air suci tetapi tidak dapat menyucikan. Air yang demikian itu disebut air musta‘mal, yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis jika air tersebut tidak berubah atau bertambah dari asalnya sesudah dianggap ada air yang meresap pada sesuatu yang basah. Termasuk air yang suci tetapi tidak menyucikan adalah air yang berubah salah satu dari beberapa sifatnya yang disebabkan tercampur benda-benda suci sehingga menghilangkan nama kemutlakan air tersebut. Selanjutnya, air tersebut dihukumi suci tetapi tidak menyucikan. Perubahan air tadi baik dengan pancaindra atau dengan perkiraan, sebagaimana bila air tersebut tercampur benda-benda yang kebetulan sifatnya sama, misalnya tercampur air mawar yang sudah hilang baunya atau tercampur air musta‘mal.
Apabila air yang berubah itu tidak sampai menghilangkan nama air mutlak seperti air sedikit mengalami perubahan disebabkan bercampur benda suci atau air tadi berubah sebab bercampur dengan benda yang mempunyai sifat yang sama dengan air dan diperkirakan benda tadi berbeda sifatnya tetapi tidak merubah keadaan air tersebut, maka air tersebut hukumnya suci dan menyucikan.
Air yang berubah sebab berdampingan dengan sesuatu suci yang memungkinkan dapat dipisahkan atau dapat dilihat mata seperti bercampur dengan minyak meskipun berubahnya itu banyak, maka air tersebut tetap suci. Begitu juga air yang berubah lantaran bercampur dengan lumpur dan lumut serta benda-benda yang ada di tempat menggenang dan mengalirnya air atau air yang berubah itu disebabkan terlalu lama berhenti di tempatnya, maka air tersebut tetap suci.
4. Air najis, yaitu air suci yang terkena najis. Air najis ini terbagi menjadi dua, yaitu: (a) air yang sedikit, kurang dari dua kulah yang terkena najis baik berubah atau tidak; (b) air yang banyak (dua kulah atau lebih) yang berubah sebab kemasukan sesuatu, baik berubahnya itu sedikit atau banyak.
Yang dimaksud air dua kulah--menurut ukuran di Bagdad--sebanyak 500 kati (10 jeriken). Ini pendapat yang paling kuat. Ukuran per satu kati menurut pendapat Imam Nawawi adalah bernilai 128 dirham lebih 4/7 dirham. Air dua kulah sendiri kalau diukur dengan ukuran liter adalah sebagai berikut:
a. Menurut Imam Nawawi : 174,580 liter = 55,9 cm per segi.
b. Menurut Imam Rafi‘i : 176,245 liter = 56,1 cm per segi.
c. Menurut ulama Irak : 245.325 liter = 63,4 cm per segi.
Penulis kitab fikih Fathul Qarib tidak menjelaskan pembagian air yang nomor lima yaitu air suci tapi haram menggunakannya, seperti wudu dengan air yang diperoleh dengan cara mencuri atau menggasab atau air yang ada di tepi jalan untuk persediaan orang yang membutuhkan minum (Fathul Qarib, hlm. 3-4).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar